WANITA
Dear Matess,
"Syaidatina Aisyah RA pernah berpesan "Sebaik-baik wanita adalah yang tidak memandang dan dipandang" Jangan kau merasa bangga dengan kecantikanmu sehingga kau dikejar sejuta lelaki, itu bukan kemuliaan bagimu... Jika kau merasa bangga, kau menyamakan dirimu dengan pepasir di pantai, yang boleh dipijak dan dimiliki oleh siapa saja.. muliakanlah dirimu dengan takwa sebanding mutiara zabarjad yang hanya mampu dimiliki penghuni Syurga.
Baru saja beberapa waktu aku menulis tentang hal bahwa hanya
Allah-lah yang kekal.
Tahukah kawan, aku seringkali merasa bahwa aku terlalu naïf
menjalani hidup.
Terkadang masih merasa iri dengan orang lain. Dengan
kecantikan, kekayaan dan segala jenis pangkat dunia yang disandangnya.
Walaupun aku juga seringkali menyadari bahwa itu semua
tidaklah kekal. Aku patut bersyukur dan bersabar dengan apa yang sudah kumiliki
saat ini.
Allah selalu menyadarkanku lewat bukti-bukti nyata mengenai
orang-orang yang ada di sekitarku.
Kisah yang pernah kutulis di bagian INI membuatku sadar
bahwa kecantikan, kepandaian dan tingginya status sosial seseorang tidak bisa
menjadikan patokan tinggi imannya dihadapan Allah.
Lalu, lagi.. Allah kembali menguatkanku dengan kisah ini.
Baru saja beberapa waktu yang lalu. Seorang yang cukup dekat denganku, walaupun
ia bukan sahabat dekatku, menghubungiku sambil menangis. Aku tidak akan
menyebut siapa namanya. Kisah ini hanya untuk pembelajaran dan menyadarkan kita
betapa setiap hari kita harus banyak bersyukur dengan kondisi kita saat ini.
Ini adalah tentang seseorang yang aku rahasiakan
identitasnya, bukan bermaksud membuka aib seseorang, hanya untuk menyadarkan
kita betapa kita harus bersyukur dengan yang kita miliki. Tidak perlu kuatir
kawan, hanya sedikit orang yang tahu kalau ia sering datang padaku jika ada
masalah. Jadi tidak ada yang berfikir siapakah gadis ini gerangan.
Ia meneleponku sambil sesenggukan. Aku, tentu saja hanya
diam, menunggunya selesai menangis. Aku sudah faham hal begini, ketika
seseorang tengah ada masalah, ia terkadang hanya butuh didengarkan, walaupun
hanya untuk mendengarkan isak tangisnya.
Aku akan mulai angkat bicara jika ia sudah bisa tenang.
Ia adalah (lagi-lagi) perempuan yang cantiknya luar biasa.
Aku pertama kali mengenalnya sudah menganggap bahwa ia seorang model. Lihat
saja dari cara berpakaiannya, semua serba mahal dan bermerek. Bandingkan
denganku yang cukup mengenakan baju dari pasar Johar dengan harga yang relative
murah dan tanpa embel-embel merk terkenal.
Kaupun akan terpesona dengan kecantikannya. Tinggi, putih,
ramping, gaya jilbabnya selalu mengikuti mode terbaru.
Semuanya ia ada, mulai dari kecantikan, status dari keluarga
terpandang kelas ekonomi tinggi (sangat tinggi dech kayaknya), pendidikan yang
tinggi (di usianya yang masih muda, selisih sedikit denganku, ia sudah S2),
ditambah lagi ia sudah berstatus Haji, hmm yang paling membuatku iri, ia sudah
menikah.
Ia terhitung masih pengantin baru, bulan ini tepat hampir
satu tahun pernikahannya. Ia menikah dengan laki-laki yang sudah mapan dan
tampan dan tidak dengan paksaaan karena itu dengan orang yang disukainya. Jadi
aku fikir, tidak ada yang perlu ia tangisi degan segala yang sudah ia miliki
sekarang.
Setelah selesai ia sesenggukan. Akhirnya ia mulai angkat
bicara.
“Mbak Indri, kapan menikah?” tanyanya.
Jleb!! …Hekk.. aku cuman diam, kok nanyanya malah begini
sich. Kenapa malah Tanya tentangku, bukan tentangnya?. Aku lalu tersenyum dan berkata…
“InsyaAllah masih menjadi rahasia Allah mbak. Saya belum
tahu… hanya bisa berserah kepada Allah.” Jawabku.
“Sudah ada calon belum? “ tanyanya lagi. “InsyaAllah ada
mbak, tapi belum tahu dimana.. masih dirahasiakan ma Allah” Kataku sambil
tertawa ringan.
“Kalau saya ada saudara yang baik, pasti saya jodohkan
dengan mbak Indri, sayang.. di keluarga besar saya, tidak ada cowok yang baik
yang pas untuk mbak.” Katanya. Aku cuman diam saja.
“Trimakasih mbak, masalah jodoh saya Cuma bisa berserah pada
Allah, kalau nanti sudah waktunya yang tepat, semua pasti dipermudah.” Kataku
masih dengan tersenyum.
“Mbak…..” dia diam lama.. akupun diam. Ia lalu melanjutkan. “Aku akan berceraii…”
kembali isak tangisnya membahana.
Astaghfirullah.
Aku kali ini terdiam seribu bahasa. Aku sekarang tidak tahu
harus berkomentar apa. Hanya satu kata terlontar dariku. “Kenapa?”
“Entahlah mbak.. kami masih tergolong pengantin baru.. tapi
masalah hampir ada setiap hari. Walaupun itu sepele… saya tidak tahan mbak jika
harus begini setiap hari… menurut mbak, apa memang sebaiknya saya bercerai?..
saya benar-benar tidak kuat mbak… setiap hari kami bertengkar… kami sama-sama
berwatak keras, tidak satupun mau mengalah.”
Aku menarik nafas panjang. “Mbak Sherly (Sebut saja seumpama
namanya demikian ya J
). Saya belum menikah, jadi mungkin tidak bisa memberikan jawaban yang sesuai
dengan kondisi mbak sekarang… Tapi menurut saya… Pernikahan itu adalah sebuah
ikatan suci yang sakral.. perjanjian langsung dengan Allah… pernikahan bernilai
separuh Dien-kita. Jadi menurut saya, pertahankanlah pernikahan mbak.. Bukankah
perkara halal yang sangat dibenci Allah adalah perceraian.” Kataku.
Mbak Sherly hanya terdiam, aku lalu melanjutkan. Seolah aku
ini sudah jago masalah beginian, walaupun belum berpengalaman. “Mbak,
pernikahan itu menyatukan dua pribadi yang berbeda.. bahkan, menyatukan dua
keluarga.. jadi .. sebagai istri, menurut saya, mbak harus bisa menempatkan
diri dalam rumah tangga. “
Mbak Sherly membuka suara “ Iya mbak.. setiap hari kami
bertengkar hanya masalah sepele… misal karena pagi hari saya selalu bangun
lebih lama dibanding suami… suami terkadang marah … saya sudah terbiasa
dilayani pembantu selama saya di rumah mbak.. tidak pernah saya memasak atau
melakukan aktifitas lain.. harusnya suami mengerti saya dong!.. bukan
sekenaknya sendiri minta saya rapiin ini itu, nyiapin ini itu.”
“Mbak.. boleh saya berpendapat?”
“Iya mbak kenapa?” Mbak Sherly.
“Ketika mbak sudah menjadi istri, tugas utama mbak adalah
melayani suami.. anda menikah berarti anda meninggalkan kehidupan mbak yang
biasanya… sebagai istri, kita harus siap melakukan apapun untuk suami selama
itu hal yang baik… setiap gerakan kita akan dihitung pahala.. indahnya pernikahan
mbak.. hal kecil sekalipun yang kita lakukan untuk suami, semua dihitung
pahala… pernikahan, dan status menjadi istri sama dengan status untuk
melipatgandakan pahala.” Kataku sebisaku. “saya iri lho sama mbak yang sudah
berstatus sebagai istri.. apa-apa bernilai ibadah.. “ kataku sambil tertawa
ringan mencoba menghiburnya.
“Tapi mbak.. sulit buat saya… saya tidak biasa begitu…
Tiba-tiba suami kemaren bilang katanya dia sudah tidak pantas untuk saya dan
tidak sanggup membahagiakan dan menuruti keinginan saya… dia ingin kami tidak
berhubungan dalam satu tahun ke depan. .. mbak.. bagaimana ini? Saya tidak mau
pernikahan saya yang baru seumur jagung harus berakhir begini.” Katanya kembali
terisak.
Aku menghela nafas panjang lagi. “Mbak, seumpama saya ada di
posisi suami mbak, dan alasan kenapa saya beranggapan bahwa saya tidak pantas
untuk mbak itu bisa jadi karena saya merasa tertekan. Saya merasa rendah
diri…lihat saja, dari sistem keluarga, saya sebagai suami mbak, tidak berasal
dari kalangan ekonomi kelas atas.. penghasilan saya toh tidak sebesar para
jutawan sehingga saya tidak sanggup memenuhi tuntutan mbak yang maaf.. mungkin
kurang hemat… (kataku berhati-hati- tapi untuk hal yang satu ini sepertinya dia
juga sudah faham dan sadar betul tentang kebiasaan shopaholic-nya) – apalagi
masalah pendidikan, mbak malah ambil master (s2) sudah hampir dua kali (plus yang
sekarang dijalani). Mungkin suami merasa rendah diri mbak.. “
Mbak Sherly terdiam, sepertinya membenarkan perkataan saya.
“Sekarang saya mau Tanya ke Mbak Sherly, mbak kalau misal
suami marah atau minta sesuatu, bagaimana tanggapan mbak? “
“Karena kami sama-sama keras, biasanya kalau dia marah, ya
saya ikutan marah mbak… dia ingetin dengan nada agak tinggi, terkadang saya
lebih tinggi.”
“Mbak, sebanyak dan seaktif apapun kita di luar… sesibuk
apapun kita di dalam karir.. keluarga tetap menjadi prioritas.. ketika mbak
memasuki rumah, tanggalkan semua identitas mbak… kenakan status mbak sebagai
istri… Hadapi suami dengan lembut.. jika ada masalah, berdiskusilah dengan
perkataan yang baik.. insyaAllah semua masalah bisa diselesaiakan jika kita
berkomunikasi dengan cara yang baik.”
Aku sudah kehilangan kata-kata. Kalimat ini menyudahi
diskusiku. Karena terbiasa menjadi ajang curhat mahasiswa di kampus, berdiskusi
seperti ini bukanlah hal yang sulit/…. Tapi, jika itu masalah pernikahan yang
aku sendiri belum menjalaninya. Semua perkataanku bisa jadi hanya sebagai omong
kosong yang tak di dengar. Maka aku melanjutkan “Mbak Sherly, saya memang belum
menikah, dan hanya bisa memberi solusi sesuai yang saya tahu dan saya fahami..
adapun mbak mau menerima atau tidak.. itu sepenuhnya saya kembalikan kepada
mbak. Saya hanya bisa berpesan, sebaik-baik jawaban dan perlindungan hanya dari
Allah. Maka, perbanyak amalan sunnah, seperti shalat dhuha, tahajud, bacaan
al-qur’an insyaAllah akan menenangkan hati mbak. Semoga Allah memberi solusi
terbaik dari masalah yang mbak hadapi. Sekali lagi pesan saya, pertahankan
pernikahan mbak.. ini adalah hal sakral .. kalau bisa kita menikah sekali untuk
seumur hidup. Semoga Allah menyatukan kita dengan pasangan kita tidak hanya di
dunia, nanti juga di Akhirat.” Kataku menutup diskusi.
Kembali kudengar isak tangis mbak Sherly. Usai tangisnya,
usai juga diskusi kami.
***
Ya Allah, satukanlah mereka yang sudah dalam ikatan
pernikahan untuk senantiasa bersatu dalam kebaikan dan mencintai hanya
karenaMu. Amin.
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151350015724228&set=a.197694594227.127873.197674079227&type=1
BalasHapus