AYAM GORENG APA AYAM KAMPUS??
Sungguh menjadi suatu kebanggan tersendiri ketika kita bisa melanjutkan sekolah, di SD, SMP, SMA bahkan menjadi sebuah nilai lebih dan kebanggaan yang utama ketika kita sanggup mengenyam bangku kuliah. Karena bisa jadi, diantara ratusan bahkan ribuan penduduk kota setempat, di antara penduduk desa tempat tinggal kita, kita menjadi salah satu orang yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan kesempatan emas itu. Duduk di bangku kuliah.
Terlepas dari apakah kita mampu membiayainya, atau apakah orang kita sendiri yang harus membiayai kuliah kita, namun tetap saja, predikat bernilai plus itu tetap disandang oleh para mahasiswa. Bagi orang-orang kota dengan tingkat ekonomi yang memadai, mungkin masalah ekonomi bukanlah menjadi kendala utama, atau bahkan memang tidak menjadi masalah sama sekali. Lain halnya dengan para penduduk di desa atau bagi siapapun yang ingin melanjutkan pendidikan di bangku kuliah namun tidak punya cukup biaya untuk menjalaninya. Maka, alternatif yang akan dilakukan adalah memutuskan untuk tidak melanjutkan ke bangku kuliah, atau bagi yang ”nekat”, berani mengambil resiko untuk tetap menyekolahkan anak mereka di universitas. Akhirnya dalam prosesnya, berbagai alternatif usaha dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Dengan mencari donatur, beasiswa, berusaha menjadi enterpreneurship bahkan adav juga yang berani memutuskan untuk menjadi ayam kampus.
Aku teringat tentang diskusiku dengan seorang sahabatku tadi siang. Sahabatku itu kuliah di tempat yang berbeda denganku, kami lama sekali berpisah, baru siang tadi bertemu, karena ada agenda yang memang kami rencanakan untuk mengisi liburan. Naik gunung. Di sela-sela pembicaraan kami itu, saya sempat menyinggung tentang program beasiswa yang kami dapat, dan alhamdulillah, beasiswa yang saya dan sahabat saya dapat itu memang sangat membantu biaya SPP kami setiap semesternya.
Topik pembicaraan kami terus berkembang hingga kami berdiskusi dan mengingat tentang masa-masa SMA, tentang sahabat-sahabat kami di SMA. Hal yang membuat saya kaget adalah tentang info yang disampaikan oleh teman saya. Bahwa sekarang ini, teman kami di SMA, sebut saja namanya X. Sudah mulai bekerja di diskotik, di sela-sela kuliahnya. Ditambah lagi pernyataan sahabat karib saya bahwa si X tidak hanya terkenal di diskotik tersebut, bahkan dia menjadi seorang kembang di sana. Dan terkenal sebagai ”chicken”, sahabat saya menyebutnya. Atau ”ayam kampus” dalam tutur bahasa yang familiar di telinga saya.
Kontan saja saya merasa terkejut dan berkali-kali mengingatkan teman saya untuk beristighfar. Kalau ini fitnah, bisa-bisa nama si X tercemar. Tapi berkali-kali sahabat saya menyatakan bahwa info yang diterimanya benar-benar dari sumber yang bisa dipercaya.
Meskipun demikian, saya tetap mengingatkan teman saya untuk tidak menyebarkan info maupun pernyataan negatif tentang si X itu ke orang lain. Bukannya apa-apa. Saya hanya membayangkan jika info itu tidak benar, bisa-bisa rusak reputasi si X. Di lain pihak saya juga membayangkan tentang pertemuan terakhir saya dengan si X kurang lebih sembilan bulan yang lalu. Yang mana saya sendiri juda terkejut, karena dalam acara reuni SMA itu saya melihat si X dengan dandanan yang berbeda dengan ketika di SMA dulu. Istilahnya, pakaiannya lebih berani (buka-bukaan) untuk acara reuni kelas, saya rasa itu terlalu tidak sopan. Namun, bagaimanapun juga, saya berusaha untuk tetap berpositif thinking, bahwa info dari sahabat saya itu tidak benar.
Di hati kecil saya, saya merasa takut, jika hal itu benar, maka sungguh sangat disayangkan sekali. Karena dari SMA dulu, si X terkenal sangat ramah, cantik, dan pandai. Tapi memang ia dibesarkan dalam keluarga ”broken home”, dan masalah finansial merupakan masalah utama sejak ia di SMA. Bahkan dulu kabarnya dia hampir keluar dari SMA karena terbentur masalah keuangan. Makanya waktu itu, saya sangat bersyukur ketika mendengar bahwa ia melanjutkan ke Universitas. Setidaknya, bakat dan kepandaiannya tersalurkan. Rugi! Kalau orang seperti Si X itu tidak melanjutkan ke Universitas. Walaupun mungkin sebenarnya ia bisa berkembang menjadi seorang sukses tanpa mengenyam bangku kuliah.
Di lain pihak, aku berucap syukur berkali-kali, setidaknya aku bersyukur sekali, bahwa aku masih bisa kuliah dengan ”jalan yang benar”, masih memiliki teman ”yang benar” yang selalu emngingatkan saya, ketika saya berbuat kesalahan, teman yang siap membantu saya ketika saya dalam kesulitan. Karena bagaimanapun juga, lingkungan tempat di mana kita berada sangat berpengaruh terhadap keseharian kita.
Terimakasih sahabat-sahabatku di Universitas, yang selalu menjadi kontrol dalam tindakanku yang melenceng dari norma atau apa-saja yang tidak bisa dibenarkan. Itulah fungsinya sahabat. Namun sekali lagi, yang paling utama adalah DIRI KITA SENDIRI. KARENA SETIAP KEPUTUSAN , KITA YANG MENGAMBILNYA. BAGAIMANA MASA DEPAN KITA? KITA SENDIRI YANG BISA MENJAWABNYA. KARENA MASA DEPAN ITU, DIMULAI DARI BAGAIMANA STEP AWAL KITA DALAM MEMILIH. MEMILIH A ATAU B? ATAU YANG LAINNYA. HANYA KITA dan ALLAH YANG TAHU!! AYAM GORENG APA AYAM KAMPUS? Yang paling enak?
Terlepas dari apakah kita mampu membiayainya, atau apakah orang kita sendiri yang harus membiayai kuliah kita, namun tetap saja, predikat bernilai plus itu tetap disandang oleh para mahasiswa. Bagi orang-orang kota dengan tingkat ekonomi yang memadai, mungkin masalah ekonomi bukanlah menjadi kendala utama, atau bahkan memang tidak menjadi masalah sama sekali. Lain halnya dengan para penduduk di desa atau bagi siapapun yang ingin melanjutkan pendidikan di bangku kuliah namun tidak punya cukup biaya untuk menjalaninya. Maka, alternatif yang akan dilakukan adalah memutuskan untuk tidak melanjutkan ke bangku kuliah, atau bagi yang ”nekat”, berani mengambil resiko untuk tetap menyekolahkan anak mereka di universitas. Akhirnya dalam prosesnya, berbagai alternatif usaha dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Dengan mencari donatur, beasiswa, berusaha menjadi enterpreneurship bahkan adav juga yang berani memutuskan untuk menjadi ayam kampus.
Aku teringat tentang diskusiku dengan seorang sahabatku tadi siang. Sahabatku itu kuliah di tempat yang berbeda denganku, kami lama sekali berpisah, baru siang tadi bertemu, karena ada agenda yang memang kami rencanakan untuk mengisi liburan. Naik gunung. Di sela-sela pembicaraan kami itu, saya sempat menyinggung tentang program beasiswa yang kami dapat, dan alhamdulillah, beasiswa yang saya dan sahabat saya dapat itu memang sangat membantu biaya SPP kami setiap semesternya.
Topik pembicaraan kami terus berkembang hingga kami berdiskusi dan mengingat tentang masa-masa SMA, tentang sahabat-sahabat kami di SMA. Hal yang membuat saya kaget adalah tentang info yang disampaikan oleh teman saya. Bahwa sekarang ini, teman kami di SMA, sebut saja namanya X. Sudah mulai bekerja di diskotik, di sela-sela kuliahnya. Ditambah lagi pernyataan sahabat karib saya bahwa si X tidak hanya terkenal di diskotik tersebut, bahkan dia menjadi seorang kembang di sana. Dan terkenal sebagai ”chicken”, sahabat saya menyebutnya. Atau ”ayam kampus” dalam tutur bahasa yang familiar di telinga saya.
Kontan saja saya merasa terkejut dan berkali-kali mengingatkan teman saya untuk beristighfar. Kalau ini fitnah, bisa-bisa nama si X tercemar. Tapi berkali-kali sahabat saya menyatakan bahwa info yang diterimanya benar-benar dari sumber yang bisa dipercaya.
Meskipun demikian, saya tetap mengingatkan teman saya untuk tidak menyebarkan info maupun pernyataan negatif tentang si X itu ke orang lain. Bukannya apa-apa. Saya hanya membayangkan jika info itu tidak benar, bisa-bisa rusak reputasi si X. Di lain pihak saya juga membayangkan tentang pertemuan terakhir saya dengan si X kurang lebih sembilan bulan yang lalu. Yang mana saya sendiri juda terkejut, karena dalam acara reuni SMA itu saya melihat si X dengan dandanan yang berbeda dengan ketika di SMA dulu. Istilahnya, pakaiannya lebih berani (buka-bukaan) untuk acara reuni kelas, saya rasa itu terlalu tidak sopan. Namun, bagaimanapun juga, saya berusaha untuk tetap berpositif thinking, bahwa info dari sahabat saya itu tidak benar.
Di hati kecil saya, saya merasa takut, jika hal itu benar, maka sungguh sangat disayangkan sekali. Karena dari SMA dulu, si X terkenal sangat ramah, cantik, dan pandai. Tapi memang ia dibesarkan dalam keluarga ”broken home”, dan masalah finansial merupakan masalah utama sejak ia di SMA. Bahkan dulu kabarnya dia hampir keluar dari SMA karena terbentur masalah keuangan. Makanya waktu itu, saya sangat bersyukur ketika mendengar bahwa ia melanjutkan ke Universitas. Setidaknya, bakat dan kepandaiannya tersalurkan. Rugi! Kalau orang seperti Si X itu tidak melanjutkan ke Universitas. Walaupun mungkin sebenarnya ia bisa berkembang menjadi seorang sukses tanpa mengenyam bangku kuliah.
Di lain pihak, aku berucap syukur berkali-kali, setidaknya aku bersyukur sekali, bahwa aku masih bisa kuliah dengan ”jalan yang benar”, masih memiliki teman ”yang benar” yang selalu emngingatkan saya, ketika saya berbuat kesalahan, teman yang siap membantu saya ketika saya dalam kesulitan. Karena bagaimanapun juga, lingkungan tempat di mana kita berada sangat berpengaruh terhadap keseharian kita.
Terimakasih sahabat-sahabatku di Universitas, yang selalu menjadi kontrol dalam tindakanku yang melenceng dari norma atau apa-saja yang tidak bisa dibenarkan. Itulah fungsinya sahabat. Namun sekali lagi, yang paling utama adalah DIRI KITA SENDIRI. KARENA SETIAP KEPUTUSAN , KITA YANG MENGAMBILNYA. BAGAIMANA MASA DEPAN KITA? KITA SENDIRI YANG BISA MENJAWABNYA. KARENA MASA DEPAN ITU, DIMULAI DARI BAGAIMANA STEP AWAL KITA DALAM MEMILIH. MEMILIH A ATAU B? ATAU YANG LAINNYA. HANYA KITA dan ALLAH YANG TAHU!! AYAM GORENG APA AYAM KAMPUS? Yang paling enak?
Komentar
Posting Komentar
silakan Berkomentar