THE THREE MUSKETEER-KU
"A teacher who is attempting to teach without inspiring the pupil with a desire to learn is hammering on cold iron." Horace Mann
Dear all,
Ini bukan cerita tentang The Three Musketeers yang biasa kita dengar atau kita saksikan lewat film layar lebar yang sempat meledak.
Ini tentang Empat sosok orang penting yang ada di jalan saya sekarang ini.
Three Musketeer kali ini adalah tentang Tiga orang yang banyak berperan penting dalam hidup saya.
1. Seorang Guru yang berani memberikan nila 10 (Sempurna di dalam rapor saya)
Namanya Bapak Edy Sutrisna. Beliau adalah GUru SMP saya. Seorang lelaki sederhana yang memompa semangat saya.
Saat itu, saya masih imut sekali. lulus SD, melanjutkan ke sebuah SMP Negri terdekat di desa saya. Dari situlah perjalanan sesungguhnya di mulai. erbeda dengan saat SD, masa-masa SMP memeberi lebih banyak tantangan buat saya. Bagaimana tidak, saat itu adalah kali pertama saya harus banyak bersaing dengan berbagai murid yang tidak hanya dari daerah saya, tapi dari berbagai tempat. Kehadiran pak Edy, saya menyebutnya, menjadi sosok guru yang bisa mengibarkan semangat belajar saya. Bayangkan saja, dengan cara mengajar yang penuh persahabatan, namun tetap mengedepankan aspek keseriusan dalam menuntut ilmu, ia mulai memompa semangat saya untuk bisa berkompetisi dengan murid-murid lain.
karena setiap hari beliau selalu mengadakan kuiz untuk mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial yang beliau ampu, maka kami saling berlomba untuk bisa menjawab agar bisa mendapatkan nilai tambahan.
Mulai saat itulah, saya faham tentang bagaimana sejatinya "sekolah" dan apa yang dinamakan "Belajar". Indri mungil nan imut (Saya) mulai mencoba untuk mencintai dan memaksa diri saya untuk belajar dan bersaing dengan murid-murid lain. Ke mana saya pergi, saya selalu membawa buku. Mencuci piring, menyapu lantai juga tak lepas dari membawa buku. memang terlihat aneh, tapi saya sudah punya tujuan bahwa saya harus bisa membuktikan bahwa saya bisa!. Saya tidak mau mengulang saat di mana pertama kali saya mengikuti kelas beliau tapi saya tidak bisa menjawab kuiz yang beliau lontarkan di kelas. detik itu menjadi "starting poin" untuk saya bisa mengoreksi diri sendiri. mulai saat itu saya benar benar belajar giat untuk selalu bisa menjadi yang terbaik di kelas. tahukah kau kawan apa yang terjadi kemudian? setiap ada kuis, saya selalu yang pertama kali mengangkat tangan. semua pertanyaan bisa saya jawab dengan baik. Bahkan ujianpun nilai saya sempurna. Pak Edy bahkan berani memberi nilai raport saya sempurna= 10.
Beliau saat itu banyak sekali mendapat kritik dari guru-guru lain karena memberi nila saya sempurna. tapi dengan tegas beliau menjawab.
"Jika rata-rata nilai anak didik saya adalah 10, maka nilai itulah yang akan saya beri. saya tidak mau mengurangi nilai dan usaha keras siswa saya."
Akhirnya, walupun danyak kritik dan sindiran yang beliau dapatkan, beliau tetap bersih kukuh memberi nilai saya 10. itu adalah sebuah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. tentang bagaimana seorang guru yang demi muridnya, akan memperjuangkan nilainya, bagaimanapun hasilnya. setelah saat itu, ia menjadi orang pertama yang ada dalam list The Three musketeer saya, sosok guru yang banyak menginspirasi saya. Ibaratnya, beliaulah D'Artagnan dalam the real Three Musketeer.
Saat saya kuliah, saya mendengar kabar bahwa beliau mendapatkan juara sebagai guru teladan nasional dan diberangkatkan ke Jepang. Dan benar saja. berikut photo beliau saat di Jepang.
2. Seorang guru yang bisa indra ke enam.
Bapak Haryanto.
Sebut saja namanya begitu. Singkat dan nama orang desa.
Setelah berpisah dengan The Tree Musketeer saya yang pertama, sayapun melanjutkan pendidikan di SMA begengsi di Kota Pati. SMA 1 Pati menjadi SMA favorit di wilayah Kabupaten Pati. Di sini, saya bercampur dengan begitu banyak siswa dari SMP-SMP favorit di Area Pati dan luar Pati.
Mulailah pertarungan sengit untuk bisa bertahan di SMA bergengsi itu dimulai. Kami belajar giat untuk bisa bertahan hidup dalam nuansa akademik di sekolah. Tibalah ketika saya naik ke kelas 2, dengan wali kelas seorang lelaki paruh baya yang setiap hari selalu pulang dan pergi mengajar ke SMA dengan naik sepeda bututnya.
Lelaki itu adalah guru bahasa Indonesia. Dia dibenci oleh hampir semua siswa di SMA karena setiap akhir semester, kami yang ingin mendapatkan nilai bagus dalam rapor harus membayar sejumlah uang. RP. 30.000 untuk nilai 9, dan RP. 20.000 untuk nilai 8. sisanya, mereka yang tidak mau membayar, sudah dipastikan akan mendapat nilai 7 atau kurang. sudah pasti.
Semester satu, nilai rapor saya untuk mata pelajaran beliau adalah 7. yah, karena saya tidak membayar seperti yang dilakukan oleh sebagian besar teman. Anehnya, tindakan beliau tidak mendapat teguran dari pihak sekolah.
Kontan saja saya menggerutu dan ingin mengumpat.. kalau boleh PROTES langsung ke pihak sekolah dengan sistem yang beliau terapkan. Tapi saya urungkan.
Anda tahu kenapa lelaki satu ini bisa masuk dalam list The Three Musketeer yang saya maksud?
Tak lain dan tak bukan karena sebuah hal sederhana yang ia lakukan. Apa itu? lihatlah dengan seksama kawan!
Hobi saya dari dulu adalah menulis, sejak saya masih SD saya suka menulis. Saya sering mengirim beberapa puisi, cerita pendek ke media masa dengan tulisan tangan dan mengirimkannya lewat pos. Gadi lugu yang mencoba eksis dengan mengirim karya-karya tidak bermutu ke majalah maupun koran. Dan tidak satupun dimuat.
Pak Har, begitu saya memanggilnya, meskipun ia banyak dicemooh oleh siswa, termasuk saya dengan sistem pembelian nilai yang ia terapkan, ternyata menjadi sosok guru penting dalam hidup saya. Karena ia adalah GURU PERTAMA yang tahu minat saya, walaupun saya tidak berbakat dalam menulis, tapi beliau memperhatikan ketertarikan saya di bidang menulis. Walaupun nilai ulangan saya jelek, dan hanya mendapat 7 di Rapor, tapi beliau dengan tanpa saya duga menawari saya untuk mengikuti lomba tulis menulis. Itulah kali pertama saya terlibat secara langsung dalam kegiatan resmi sekolah untuk lomba tulis menulis.
Di sini menjadi titik awal saya untuk mengembangkan kemampuan menulis saya yang masih terbatas. Beliau dengan sabar meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya masalah tulis menulis. tak jarang beliau mengundang saya ke rumahnya untuk mendiskusikan tulisan-tulisan saya.
Sejak saat itulah saya selalu semangat mengikuti berbagai kegiatan tulis menulis walaupun kalah berulang kali, tapi beliau selalu meyakinkan saya bahwa semangat saya untuk terus menulis itu adalah sebuah semangat yang ahrus di jaga. Menang atau kalah itu bukan menjadi masalah, selama kita memaksimalkan proses. Beliau menanamkan sebuah prinsip luar biasa dalam diri saya. " Jangan berfikir bahwa kau harus menang setiap kali kau mengikuti lomba menulis, tapi ikutilah karena kau mencintai proses menulis. Dengan begitu, apapun hasilnya, kau tidak akan larut kecewa, karena rasa cintamu klepada apa yang kau lakukan akan selalu mengiringimu untuk terus maju dan memperbaiki apapun yang terasa perlu kau perbaiki. Cintailah dan maksimalkanlah prosesnya."
Sekarang, setiap kali saya menang lomba menulis, seperti menulis essay Nasional maupun mendapat panggilan Internasional karena karya tulis saya, saya anggap itu adalah hasil dorongan dan semangat beliau yang sampai saat ini masih sangat saya rasakan.
Bagaimanapun juga, sejelek apapun seorang GuRu di mata kita, bisa jadi ia begitu bermakna bagi orang lain. dan Apa yang ia lakukan sebenarnya ternyata hanya untuk memotivasi kami untuk terus belajar, karena di akhir semester, beliau mengembalikan uang yang kami gunakan untuk membeli nilai mata pelajaran beliau. Dan beliau memberi nilai itu sebenarnya sudah sesuai dengan kemampuan kami.
Sungguh sosok Guru yang luar biasa. Beliaulah The Second Three Musketeer saya. ^_^
Sebut saja namanya begitu. Singkat dan nama orang desa.
Setelah berpisah dengan The Tree Musketeer saya yang pertama, sayapun melanjutkan pendidikan di SMA begengsi di Kota Pati. SMA 1 Pati menjadi SMA favorit di wilayah Kabupaten Pati. Di sini, saya bercampur dengan begitu banyak siswa dari SMP-SMP favorit di Area Pati dan luar Pati.
Mulailah pertarungan sengit untuk bisa bertahan di SMA bergengsi itu dimulai. Kami belajar giat untuk bisa bertahan hidup dalam nuansa akademik di sekolah. Tibalah ketika saya naik ke kelas 2, dengan wali kelas seorang lelaki paruh baya yang setiap hari selalu pulang dan pergi mengajar ke SMA dengan naik sepeda bututnya.
Lelaki itu adalah guru bahasa Indonesia. Dia dibenci oleh hampir semua siswa di SMA karena setiap akhir semester, kami yang ingin mendapatkan nilai bagus dalam rapor harus membayar sejumlah uang. RP. 30.000 untuk nilai 9, dan RP. 20.000 untuk nilai 8. sisanya, mereka yang tidak mau membayar, sudah dipastikan akan mendapat nilai 7 atau kurang. sudah pasti.
Semester satu, nilai rapor saya untuk mata pelajaran beliau adalah 7. yah, karena saya tidak membayar seperti yang dilakukan oleh sebagian besar teman. Anehnya, tindakan beliau tidak mendapat teguran dari pihak sekolah.
Kontan saja saya menggerutu dan ingin mengumpat.. kalau boleh PROTES langsung ke pihak sekolah dengan sistem yang beliau terapkan. Tapi saya urungkan.
Anda tahu kenapa lelaki satu ini bisa masuk dalam list The Three Musketeer yang saya maksud?
Tak lain dan tak bukan karena sebuah hal sederhana yang ia lakukan. Apa itu? lihatlah dengan seksama kawan!
Hobi saya dari dulu adalah menulis, sejak saya masih SD saya suka menulis. Saya sering mengirim beberapa puisi, cerita pendek ke media masa dengan tulisan tangan dan mengirimkannya lewat pos. Gadi lugu yang mencoba eksis dengan mengirim karya-karya tidak bermutu ke majalah maupun koran. Dan tidak satupun dimuat.
Pak Har, begitu saya memanggilnya, meskipun ia banyak dicemooh oleh siswa, termasuk saya dengan sistem pembelian nilai yang ia terapkan, ternyata menjadi sosok guru penting dalam hidup saya. Karena ia adalah GURU PERTAMA yang tahu minat saya, walaupun saya tidak berbakat dalam menulis, tapi beliau memperhatikan ketertarikan saya di bidang menulis. Walaupun nilai ulangan saya jelek, dan hanya mendapat 7 di Rapor, tapi beliau dengan tanpa saya duga menawari saya untuk mengikuti lomba tulis menulis. Itulah kali pertama saya terlibat secara langsung dalam kegiatan resmi sekolah untuk lomba tulis menulis.
Di sini menjadi titik awal saya untuk mengembangkan kemampuan menulis saya yang masih terbatas. Beliau dengan sabar meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya masalah tulis menulis. tak jarang beliau mengundang saya ke rumahnya untuk mendiskusikan tulisan-tulisan saya.
Sejak saat itulah saya selalu semangat mengikuti berbagai kegiatan tulis menulis walaupun kalah berulang kali, tapi beliau selalu meyakinkan saya bahwa semangat saya untuk terus menulis itu adalah sebuah semangat yang ahrus di jaga. Menang atau kalah itu bukan menjadi masalah, selama kita memaksimalkan proses. Beliau menanamkan sebuah prinsip luar biasa dalam diri saya. " Jangan berfikir bahwa kau harus menang setiap kali kau mengikuti lomba menulis, tapi ikutilah karena kau mencintai proses menulis. Dengan begitu, apapun hasilnya, kau tidak akan larut kecewa, karena rasa cintamu klepada apa yang kau lakukan akan selalu mengiringimu untuk terus maju dan memperbaiki apapun yang terasa perlu kau perbaiki. Cintailah dan maksimalkanlah prosesnya."
Sekarang, setiap kali saya menang lomba menulis, seperti menulis essay Nasional maupun mendapat panggilan Internasional karena karya tulis saya, saya anggap itu adalah hasil dorongan dan semangat beliau yang sampai saat ini masih sangat saya rasakan.
Bagaimanapun juga, sejelek apapun seorang GuRu di mata kita, bisa jadi ia begitu bermakna bagi orang lain. dan Apa yang ia lakukan sebenarnya ternyata hanya untuk memotivasi kami untuk terus belajar, karena di akhir semester, beliau mengembalikan uang yang kami gunakan untuk membeli nilai mata pelajaran beliau. Dan beliau memberi nilai itu sebenarnya sudah sesuai dengan kemampuan kami.
Sungguh sosok Guru yang luar biasa. Beliaulah The Second Three Musketeer saya. ^_^
Okay, jika The real Three Musketeer tidak beranggotakan perempuan, kali ini saya akan angkat seorang perempuan yang menginspirasi saya.
Sebagaimana sudah pernah saya tuliskan di tulisan saya sebelumnya, di SINI dan di SINI,
namanya adalah Meidiana Dwidiyanti.
Beliau adalah Dosen Mata Ajar Ilmu Keperawatan Jiwa. Dan darinyalah saya belajar untuk lebih mencintai apa yang ada di lingkungan saya. Mahasiswa tidak hanya sekedar Kantin Kos Kampus (K3) tetapi lebih kepada pengabdian, tidak sekedar pengabdian dan aktifitas sosial di organisasi maupun masyarakat, tapi juga lebih kepada keluarga, Ayah dan Ibu.
Karena beliau saya termotivasi untuk mengikuti berbagai kegiatan keorganisasian di kampus, bahkan beliau meyakinkan saya dengan kalimatnya " I hold egalitarian views and beliefs that everyone should be treated the same."
Perempuan punya kemampuan sama untuk berprestasi. Jadi, saya terlibat banyak aktifitas di kampus, bahkan di sikup lembaga nasional sekalipun.
Beliaulah The Third Musketeer saya. ^__^
4. Karenanya, Dunia dalam genggaman.
Saya hanya diajar olehnya selama Tiga Bulan. Biasa saya panggil pak Kus.
Beliau guru les Bahasa Inggris saya di sebuah lembaga pelatihan bahasa Inggris saat saya semester dua kuliah di Universitas Diponegoro. Sesingkat apapun itu, walaupun beliau bukan guru permanen saya di sekolah resmi, walaupun mungkin beliau sudah lupa siapa saya, atau justru memang tidak ingat dengan saya sama sekali,
Tapi, apa yang beliau lakukan telah mengakar kuat di hati saya, dan dengan pasti saya masukkan beliau dalam list the last THREE Musketeer saya.
Berdasarkan pengalaman beliau mengunjungi berbagai negara, sekita hampir separuh negara di dunia telah ia kunjungi, maka beliau membakar semangat kami untuk bisa setidaknya berkunjung ke beberapa negara.
Untuk bisa ke mana saja, tidak harus Bahasa Inggris kita SEMPURNA. Selama kita ada kemauan, pasti ada jalan. WHERE THERE IS A WILL, THERE IS A WAY.
Dan hanya dengan semangat menggebu-gebunya yang setiap kali kami bertemu selalu memotivasi kami untuk bisa menjelajah negara lain, sayapun dengan semangat empat lima mulai mencari info-info international Youth Program, Essay Competitions, dan aktiitas lain yang berhubungan dengan jalan-jalan gratis ke luar negri. dengan semangat yang tak terpatahkan, saya berhasil membuktikan. Setidaknya, sudah beberapa negara saya kunjungi saat saya lulus kuliah.
Dan sekarang, saya mengejar cita-cita untuk merantau di negeri orang, untuk melanjutkan studi S2 saya. Dan saya telah mendapatkan beasiswanya. Tinggal memaksimalkan proses perisapan. Semoga Allah senantiasa mempermudah langkah saya dan para pengejar mimpi yang lain.
Big Thanks to MY THREE MUSKETEER yang begitu berharga bagi saya. Saya hanya bisa mendoakan agar Kebaikan dan keberkahan usia senantiasa terlimpah untuk mereka. Aminn.
Komentar
Posting Komentar
silakan Berkomentar